Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

Di Balik Kisah Secangkir Kopi

Dari satu KTT ke KTT lain, yang berubah hanya balutan kain yang dikenakan para kepala negara. Begitu kata anekdot. Bahkan, susunan kalimat komunike bersama Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Brisbane, 15-16 November, tak jauh berbeda dengan hasil akhir KTT G-20 pada 2013 di St Petersburg, Rusia. Kalau begitu apa yang berubah? Orang tetap membayar pajak 10 persen untuk secangkir kopi, padahal perusahaan penjual kopi itu hampir tak membayar pajak, untuk menyebut sebuah contoh. Itu karena perusahaan raksasa sekelas Starbucks, News Corps, Google, atau IKEA sengaja membuka kantor pusat di negara kecil semacam Luksemburg, Liechtenstein, atau Kepulauan Cayman. Keuntungan yang mereka sedot dari banyak negara hanya dipajaki 1-2 persen. Ini jelas tidak adil. Belum lagi kalau menilik pajak-pajak lain, seperti pajak penghasilan orang per orang, yang di Australia mencapai minimum 30 persen. Bagaimana membuat dunia ini lebih adil? Itulah salah satu topik yang dibicarakan 20 kepala peme

Kabar Baru

Setiap pagi saya selalu menyempatkan diri untuk mengecek beberapa media sosial yang saya miliki. Terutama Facebook dan BBM. Entah untuk yang terakhir disebut itu bisa dinamakan sosial media atau tidak. Yang jelas, selalu menarik bagi saya untuk membaca dan memperhatikan hal-hal yang dituliskan kawan-kawan saya via update status-nya. Yang Menarik Saya sudah sering menemukan berbagai macam tema status di kedua media sosial saya itu. Mulai dari rasa syukur karena mendapat kenikmatan hidup, hingga rasa sedih karena masalah yang menerpa. Bahkan status tentang gagal move on pun ada. Entah kenapa saya sangat tertarik dengan aktivitas mengamati update-an kawan-kawan saya itu. Seakan-akan saya bisa berhadapan kembali dengan si kawan itu. Berhadapan secara tidak langsung tetapi melalui teks statusnya. Saya seakan bisa membaca sisi yang tidak terbaca sebelumnya. Terutama saat dulu masih bisa bertatap muka. Tidak seperti sekarang yang hanya ‘bertatap’ updetan status saja. Dari updetan st

Omong Doang

Saya akan berbagi pengalaman lagi. Kali ini tentang pengalaman saya saat mengikuti sebuah seleksi psikotes sebuah perusahaan niaga terbesar di negeri ini. Saat itu, ibu HRD membuka sesi dengan memperkenalkan sekilas profil perusahaan. Semua peserta, yang kira-kira jumlahnya 70 orang menyimak dengan seksama presentasi dari HRD itu. Si ibu HRD ini kebetulan sedang mengandung. Jika diamati kira-kira usia kandungannya sudah masuk bulan keenam. Itu perkiraan saya. Meski sedang mengandung, si ibu ini tetap semangat dalam melaksanakan tugasnya. Melakukan seleksi rekrutmen. Di tengah-tengah presentasi, tiba-tiba ia melempar sebuah pertanyaan ke seluruh peserta. Pertanyaannya simpel. Ia menanyakan, “Siapa yang tahu maksud kata ‘integritas’?! Dengan suara tinggi, ia melontarkan pertanyaan itu ke seluruh peserta. Butuh sekitar 3-5 detik, sampai seseorang menjawab pertanyaan itu. Sesaat setelah pertanyaan itu dilontarkan, pikiran saya (lagi-lagi) terbang kesana-kemari. Saya jelas tidak a

Pembaca Hati

Beberapa waktu yang lalu, seorang kawan menceritakan pengalamannya ketika mengikuti proses interview di sebuah perusahaan. Ia bercerita tentang suatu hal yang menarik perhatian saya. Bukan karena proses interview-nya, namun lebih kepada sang interviewer. Kawan saya saat itu diinterview oleh seorang dokter. Karena ia melamar di posisi perawat, maka interviewer user-nya adalah dokter langsung. Nah ketika baru masuk ke ruangan dan belum dipersilahkan duduk, kawan saya langsung ditodong sebuah pertanyaan, yang menurut saya cukup mengejutkan. Si dokter mengatakan, “Saya sudah tahu bagaimana pikiran dan kepribadian Anda.” Si dokter melanjutkan, “Silahkan duduk.” Mendengar bagian awal kisah itu saya langsung berpikir. Hebat sekali si “dokter” ini, ia bisa membaca pikiran orang secara langsung. Tidak hanya pikiran, tetapi juga kepribadian. Saya yang memiliki basic pendidikan di ilmu psikologi pun harus melalui beberapa tes untuk mengetahui kepribadian orang. Itu pun perlu pengalaman

Naruto Akhirnya Berakhir Juga

Masashi Kisimoto benar-benar menepati janjinya. Serial manga karyanya [Naruto] telah di-tamatkan. Sebelumnya, tepatnya lima pekan yang lalu, Kisimoto telah mengumumkan akhir kisah dari manga ini. Tepat pada hari ini, 7 November, seri Naruto terakhir resmi diterbitkan. Dan benar-benar menjadi akhir. Serial manga Naruto ini sudah berusia kira-kira 15 tahun. Sejak rilis pertamanya di Weekly Shonen Jump Magazine, Majalah komik Jepang, pada tanggal 8 November 1999 silam, Naruto telah men-jadi legenda kisah tersendiri bagi saya pribadi. Pertama kali saya ‘kenal’ Naruto adalah ketika saya masih di bangku Sekolah Menengah Atas. Waktu itu, saya tidak mengenal versi manga-nya. Tetapi justru lewat serial televisinya. Setelah tampil beberapa episode, saya mulai tertarik untuk membaca manga-nya langsung. Gayung bersambut, ada beberapa situs manga online yang menampilkan secara reguler Naruto. Setelah itu saya secara reguler juga membaca tiap minggunya. Biasanya Naruto terbit di hari Rabu