Langsung ke konten utama

The Book of The Future



AHAD lalu, kawan saya dari Thailand kembali lagi. Ia kembali dari kampung halaman di “Negeri Gajah Putih”. Namanya Nasruddeen Sa’aae, kalau versi Indonesianya jadi “Suhemi”. Katanya ia mendapatkan nama itu ketika ia belajar bahasa Indonesia selama 6 bulan di Surabaya, sebelum ia melanjutkan studi S1 nya di Yogyakarta.

Suhemi ini bukan kawan sekelas atau se-kampus saya. Ia kawan dari Bagus, saudara kembar saya. Sudah jadi suatu, ketentuan tak tertulis, teman dari kakak kembaran adalah juga teman bagi adiknya yang kembar. Tapi peraturan itu tentu tidak bisa diterapkan pada kisah “percintaan” he..he..

Karena sudah sering berinteraksi, jadi kami bersahabat pula. Ia kawan yang baik, termasuk kawan-kawannya yang sesama dari negeri Thailand. Kami bersahabat dan juga sama-sama “gila”. Tapi ia jelas lebih “gila” dari saya.

Nah karena sudah bertahun-tahun berinteraksi, timbullah keinginan untuk belajar tentang negerinya. Saya sering mengajaknya berdiskusi tentang hubungan antarnegara maupun budayanya. Oh iya, Suhemi ini seorang mahasiswa hubungan internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tempat kakak saya berkuliah, jadi pengetahuan saya tentang hubungan diplomatik sedikit banyak bertambah darinya.

Entah kenapa saya sangat berminat tentang isu internasional. Mulai dari kegentingan di kawasan Timur-Tengah, bangkitnya ekonomi Tiongkok, hingga kudeta yang terjadi di Thailand. Pernah saya bertanya, bagaimana keadaan Thailand pasca aksi kudeta tak berdarah yang dilakukan Jenderal Prayuth Chan-Ocha? Ekonominya? Sosialnya? Atau aspek kehidupan lainnya? Kawan saya itu bisa menjawab panjang lebar dan mudah. Lewat dia, pandangan saya bertambah luas dan tidak sekedar tahu dari harian KOMPAS saja.

Kepulangannya ke Indonesia kali ini sedikit berbeda. Karena inilah satu bulan setelah ia mendapatkan gelar sarjana-nya dari UMY. Kini ia sedang melanjutkan jenjang S2 di universitas yang sama. Dia merasa sudah lebih pede dari sebelumnya.

Saat bertemu di hari Ahad itu, ia memberikan sebuah buku “Cakap Berbahsa Indonesia-Thailand”. Wah tepat sekali, karena sudah lama saya ingin belajar bahasa mereka. Jujur saja saya malu, kawan saya ini sedikit-banyak sudah bisa berbahasa Indonesia, sedangkan saya yang sudah tiga tahun mengenalnya, belum bisa bahasa ibunya sama sekali.

Buku ini tipis, tapi harapan saya jelas tidak tipis. Saya punya pikiran buku ini akan menjadi penting. Mungkin saja saya suatu saat bisa menjejakkan kaki di negerinya, Thailand. Mungkin saya bisa dapat kerja di negerinya sebagai seorang HRD senior, atau mungkin saja lewat buku ini saya bisa mendapatkan jodoh orang Thailand, halah... Tapi bukannya berharap itu tidak dilarang? Hehe..

Semoga saja saya bisa belajar bahasanya secepat mungkin. Waktu saya juga tidak banyak. Mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah terbuka akhir tahun ini. Ataupun kesempatan lainnya yang bisa terbuka. Entah apa, kapan, dan dimana.

Saya akan belajar. Karena saya yakin saya akan mendapatkan manfaat dari semua ini. Dari buku untuk masa depan. []

Komentar

Postingan populer dari blog ini