Kejadian ini terjadi kira-kira siang tiga hari yang lalu. Jarum jam menunjukkan pukul satu siang dan saat itu suasana sangat panas. Perutpun terasa lapar dan kebetulan saya sendiri belum makan siang. Karena masih fokus di depan laptop, rasa lapar saya bisa saya tahan. Untuk sementara sih..
Saat sedang serius, mata melotot, napas memelan, dan hanya ada suara kipas angin, tiba-tiba seseorang masuk ke halaman rumah saya. Orang itu tiba-tiba berteriak mengucapkan salam.. "ASSALAMUALAIKUM!!"
Sontak saya kaget sendiri, karena memang sendiri kalau sedang rame-rame tentu saya akan ajak kaget berjamaah. Selanjutnya saya balas salam dari orang itu, dan saya bukakan pintu. Ternyata yang berdiri di depan pintu adalah seorang laki-laki paruh baya, dahinya berkeringat dan ditangannya membawa sebuah dus berwarna putih.
Mata dan pikiran saya langsung ke dus itu. Tapi mungkin akan berbeda kalau yang membawa dus adalah seorang perempuan. Saya pasti tidak akan lihat ke dus yang dibawa, tapi lihat yang bawa. Kenapa jadi bicara dus, mari kita fokus lagi ke dusnya saja.. (Nah!!)
Dus yang dibawa laki-laki itu berukuran lumayan besar. Saya sudah familiar dengan dus itu. Bukan karena saya sering mengumpulkan kardus, tapi karena dus itu adalah produk dari sebuah bakery di kota saya. Bakery itu cukup terkenal akan rotinya yang memang enak.
Laki-laki itu menyodorkan dus itu sambil berkata, "ini mas ada tunjungan dari pak haji. Silahkan diterima". Belum saya jawab tentu sudah saya terima dulu hehe.. Selanjutnya saya ucapkan terima kasih, tetapi ketika ditanya ada acara apa sampai bagi-bagi roti, laki-laki itu langsung berlalu begitu saja. Terserah, yang penting saya dapat roti siang ini.
Selama ditangan saya, saya timbang-timbang isi dari dus roti itu. "Berat juga," batin saya sambil senyum-senyum sendiri. Penghuni perut yang sudah berdemo untuk segera diisi, mendorong saya untuk segera membuka dus itu. Perlahan saya buka dus itu.
Setelah terbuka semua saya kaget bukan kepalang. Isinya memang roti, bahkan ada lima jenis roti, tapi ada "tambahan" lainnya. "Tambahan" itu adalah selembar kertas yang isinya ajakan untuk mendukung si "pak haji" ini dalam pemilihan legislatif pekan depan. Karena sudah lapar, saya kesampingkan dulu rasa kaget dan kertas "permohonan" itu. Rotinya benar-benar enak.
Selesai makan satu roti, saya kembali membaca kertas itu. Saya perhatikan sejenak isinya. Ternyata beliau adalah caleg untuk dua kecamatan. Tingkat caleg beliau "hanya" level Dewan Perwakilan Rakyat tingkat Daerah (DPRD). Tapi yang saya cermati adalah cara kampanyenya.
Membagikan satu dus roti yang mungkin saya perkirakan harga per satuannya Rp. 25.000. Sedangkan dus roti itu dibagi di perumahan tempat saya tinggal. Jumlah Kepala Keluarga di satu Rukun Tetangga (RT) tempat saya tinggal ada sekitar 55 KK. Jadi jika dus itu disebar di satu RT saja sudah habis Rp. 1.375.000. Padahal di perumahan ini ada tiga RT.
Itu baru di perumahan, ingat daerah pemilihan beliau ada di dua kecamatan. Bayangkan berapa juta yang harus dikeluarkan. Dan berapa dus roti yang harus dibagikan (dusnya saja, isinya buat saya he..he..)
Memang ada pepatah jawa yang menyebutkan "Jer Basuki Mawa Bea" artinya kira-kira seperti ini "Tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan (baca: uang)". Seorang caleg memang target keberhasilannya adalah mendapatkan kursi di DPRD. Tentu dengan biaya yang tidak sedikit.
Tetapi jika biaya itu biaya itu menjadi beban saat ia kelak terpilih maka akan berbahaya. Uang yang sudah dikeluarkan tentu ingin didapatkan kembali. Mudahnya "Balik Modal". Bisa saja dengan deal-deal kebijakan yang dapat menguntungkan dirinya sendiri, baru memikirkan keuntungan rakyat. Itupun kalau kepikiran.
Mungkin pikiran saya ini terlalu menjustifikasi secara membabi buta. Tidak semua para calon wakil rakyat itu nantinya yang berperilaku demikian juga. Tapi bukan berarti tidak ada kan...
Belum lagi jika ternyata usaha yang sudah dikeluarkan dengan berjuta-juta rupiah, ternyata tidak berhasil. Atau gagal. Bagaimana pula caranya untuk balik modal kalau ternyata tidak jadi wakil rakyat? Merampok? Mencuri? Aduh pikiran saya lagi-lagi negatif lagi..
Tapi bukan tidak mungkin demikian kan?
Gini nih pikiran kalau lapar.. Lebih baik lanjut makan rotinya, kenyang, habis lalu buang dusnya...
Soal dukungan, tunggu saja tanggal mainnya.
Dimas | 05 April 2014
Saat sedang serius, mata melotot, napas memelan, dan hanya ada suara kipas angin, tiba-tiba seseorang masuk ke halaman rumah saya. Orang itu tiba-tiba berteriak mengucapkan salam.. "ASSALAMUALAIKUM!!"
Sontak saya kaget sendiri, karena memang sendiri kalau sedang rame-rame tentu saya akan ajak kaget berjamaah. Selanjutnya saya balas salam dari orang itu, dan saya bukakan pintu. Ternyata yang berdiri di depan pintu adalah seorang laki-laki paruh baya, dahinya berkeringat dan ditangannya membawa sebuah dus berwarna putih.
Mata dan pikiran saya langsung ke dus itu. Tapi mungkin akan berbeda kalau yang membawa dus adalah seorang perempuan. Saya pasti tidak akan lihat ke dus yang dibawa, tapi lihat yang bawa. Kenapa jadi bicara dus, mari kita fokus lagi ke dusnya saja.. (Nah!!)
Dus yang dibawa laki-laki itu berukuran lumayan besar. Saya sudah familiar dengan dus itu. Bukan karena saya sering mengumpulkan kardus, tapi karena dus itu adalah produk dari sebuah bakery di kota saya. Bakery itu cukup terkenal akan rotinya yang memang enak.
Laki-laki itu menyodorkan dus itu sambil berkata, "ini mas ada tunjungan dari pak haji. Silahkan diterima". Belum saya jawab tentu sudah saya terima dulu hehe.. Selanjutnya saya ucapkan terima kasih, tetapi ketika ditanya ada acara apa sampai bagi-bagi roti, laki-laki itu langsung berlalu begitu saja. Terserah, yang penting saya dapat roti siang ini.
Selama ditangan saya, saya timbang-timbang isi dari dus roti itu. "Berat juga," batin saya sambil senyum-senyum sendiri. Penghuni perut yang sudah berdemo untuk segera diisi, mendorong saya untuk segera membuka dus itu. Perlahan saya buka dus itu.
Setelah terbuka semua saya kaget bukan kepalang. Isinya memang roti, bahkan ada lima jenis roti, tapi ada "tambahan" lainnya. "Tambahan" itu adalah selembar kertas yang isinya ajakan untuk mendukung si "pak haji" ini dalam pemilihan legislatif pekan depan. Karena sudah lapar, saya kesampingkan dulu rasa kaget dan kertas "permohonan" itu. Rotinya benar-benar enak.
Selesai makan satu roti, saya kembali membaca kertas itu. Saya perhatikan sejenak isinya. Ternyata beliau adalah caleg untuk dua kecamatan. Tingkat caleg beliau "hanya" level Dewan Perwakilan Rakyat tingkat Daerah (DPRD). Tapi yang saya cermati adalah cara kampanyenya.
Membagikan satu dus roti yang mungkin saya perkirakan harga per satuannya Rp. 25.000. Sedangkan dus roti itu dibagi di perumahan tempat saya tinggal. Jumlah Kepala Keluarga di satu Rukun Tetangga (RT) tempat saya tinggal ada sekitar 55 KK. Jadi jika dus itu disebar di satu RT saja sudah habis Rp. 1.375.000. Padahal di perumahan ini ada tiga RT.
Dus roti yang disampingnya ada kucing saya. (Foto: Pribadi) |
Itu baru di perumahan, ingat daerah pemilihan beliau ada di dua kecamatan. Bayangkan berapa juta yang harus dikeluarkan. Dan berapa dus roti yang harus dibagikan (dusnya saja, isinya buat saya he..he..)
Memang ada pepatah jawa yang menyebutkan "Jer Basuki Mawa Bea" artinya kira-kira seperti ini "Tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan (baca: uang)". Seorang caleg memang target keberhasilannya adalah mendapatkan kursi di DPRD. Tentu dengan biaya yang tidak sedikit.
Tetapi jika biaya itu biaya itu menjadi beban saat ia kelak terpilih maka akan berbahaya. Uang yang sudah dikeluarkan tentu ingin didapatkan kembali. Mudahnya "Balik Modal". Bisa saja dengan deal-deal kebijakan yang dapat menguntungkan dirinya sendiri, baru memikirkan keuntungan rakyat. Itupun kalau kepikiran.
Mungkin pikiran saya ini terlalu menjustifikasi secara membabi buta. Tidak semua para calon wakil rakyat itu nantinya yang berperilaku demikian juga. Tapi bukan berarti tidak ada kan...
Belum lagi jika ternyata usaha yang sudah dikeluarkan dengan berjuta-juta rupiah, ternyata tidak berhasil. Atau gagal. Bagaimana pula caranya untuk balik modal kalau ternyata tidak jadi wakil rakyat? Merampok? Mencuri? Aduh pikiran saya lagi-lagi negatif lagi..
Tapi bukan tidak mungkin demikian kan?
Gini nih pikiran kalau lapar.. Lebih baik lanjut makan rotinya, kenyang, habis lalu buang dusnya...
Soal dukungan, tunggu saja tanggal mainnya.
Dimas | 05 April 2014
Komentar
Posting Komentar
Komentar Anda merupakan sumber saya menuju tulisan yang lebih baik.