Langsung ke konten utama

Postingan

Pandemi

Esok merupakan hari ke-9 di Bulan Ramadan. Bagaimana dengan ibadah puasamu? Semoga masih semangat dalam menjalankannya. Ramadan kali ini memang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Bahkan generasi yang masih hidup sekalipun tidak pernah merasakannya. Ramadhan dalam keterbatasan. Terbatas karena adanya anjuran social distancing (jaga jarak sosial), kerja di rumah, sekolah dari rumah, beribadah di rumah, hingga larangan mudik dan pulang kampung (ingat keduanya punya definisi berbeda, bedanya tonton saja tautan ini). Pandemi Covid-19 ini sudah muncul dari dataran Tiongkok, tepatnya di Kota Wuhan pada akhir Desember tahun lalu. Menyebar ke seluruh pelosok dunia, dan sudah masuk ke Republik ini sejak kasus pertama, 2 Maret silam. Virus yang menyerupai SARS ini secara tidak langsung merubah semua gaya hidup. Perubahan ini bahkan dirasa sangat cepat dan mengejutkan. Beberapa pihak bahkan memperkirakan inilah saatnya semua umat beralih ke era revolusi 4.0. Sebuah revolusi digital. Apa-

Antara Fixed dan Growth Mindset, Bisakah Kita Memilih?

Sepekan kemarin, Biro tempat saya bekerja baru saja menyelesaikan sebuah project. Project menyeleksi calon dosen untuk ditempatkan di universitas kami. Sebagai bawahan langsung dari Kepala Biro, saya diserahkan tugas untuk mencari tenaga tambahan dari luar (eksternal). Kita sebut saja “pihak ketiga”. Alasannya sederhana, dengan tenaga asisten hanya tujuh orang, jelas sangat timpang jika diminta untuk menangani hasil tes 180 peserta. Padahal dalam satu psikotes dibagi dalam tiga  subtugas yakni sebagai pengawas jalannya ujian, korektor hasil, dan pemasti kelengkapan berkas. Saya menghubungi beberapa alumni yang saya kenal, dan juga yang kebetulan masih ‘available’ untuk dimintai tolong. Ternyata tidak mudah untuk menemukannya. Salah satu alasan yang banyak muncul adalah masalah waktu. Kebetulan tes dilaksanakan di hari Ahad. Alokasi waktu untuk pengerjaan skoring hasil, selama dua hari, hingga hari Selasa. Banyak yang keberatan jika harus meluangkan waktu untuk ‘bekerja’ di har

Masa Depan Sejak Kini

Handphone masih diam. Tak ada pesan masuk satupun kecuali dari operator seluler yang tetap setia mengirimkan pesan broadcast. Saya menunggu satu pesan masuk. Yang semestinya sudah datang sejak siang tadi. Tapi hingga larut malam kini, pesan itu belum juga muncul. Datangnya pesan itu jelas suatu hal penting bagi saya. Karena untuk mengetahui kepastian isi pesan itu pun, saya telah mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari. Meski saya tetap menyadari, resiko kegagalan itu tetaplah ada. Kini, pesan itu tetaplah belum datang. Mungkin hanya menjadi kotak pesan kosong di handphone saya. Bayang-bayang ketidakberhasilan pun menggelayut dalam benak. Meski saya sudah kerap merasakan, tapi sungguh ini bukan perasaan yang enak untuk dirasakan. Betapa tidak enaknya, pikiran saya menerawang jauh. Bagaimana kalau posisi pemberi pesan itu adalah anak-anakku kelak? Bagaimana jika mereka akan memperlakukan seseorang yang ingin berkenalan dengannya, tapi menyikapinya secara tidak mengenakkan? Se