PROGRAM 100 hari pertama yang dijalankan oleh seorang supervisor asisten psikolog UPP memang baru awal dilakukan. Posisi supervisor asisten psikolog memang masih baru di UPP. Saya adalah orang yang berada diurutan kedua di posisi ini. Awalnya, setahun yang lalu, periode April 2014, dipegang oleh Mbak Laili Alwina. Kemudian kini dipegang oleh saya.
Posisi ini jelas berbeda dengan posisi asisten psikolog. Saya juga pernah merasakan menjadi asisten psikolog di periode April 2013 – Maret 2014 silam. Saat itu saya memegang posisi koordinator asisten psikolog. Dan belum ada jabatan supervisor asisten psikolog.
Kini semua sudah berganti. Posisi ini jelas memiliki tanggung jawab yang berbeda dengan asisten psikolog UPP. Untuk supervisor ini, saya bertanggungjawab langsung kepada Kepala UPP dan bahkan kepada Fakultas dan Universitas. Hal ini pula yang mendasari saya untuk membuat program 100 hari pertama.
Di program 100 hari pertama saya gunakan untuk mengenal kembali suasana UPP. Mulai dari cara kerja, kultur, hingga orang-orang didalamnya. Masa saya sudah berbeda. Saya terakhir kali meninggalkan UPP di pertengahan 2014. Dan selama itu, saya bekerja sama dengan kawan seangkatan dan seumuran. Jelas kini, semua itu telah berbeda.
Menghadapi generasi yang lebih muda dua angkatan dibawah saya jelas memerlukan cara komunikasi yang berbeda. Dulu saya masih bisa berbicara keras kepada asisten seangkatan saya, seperti salah satunya ke Nuning atau Dita. Tapi kini, Nuning dan Dita sudah tidak ada lagi, berganti dengan para generasi baru. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda dan tingkat integritas yang berbeda pula.
Jujur di awal 100 hari ini saya masih merindukan tim saya yang dulu. Saat UPP masih diisi oleh Nuningtyas Widyaningsih (Nuning), Dita Puspita Reni (Dita), Dewati Rahmayani (Dewa), Dhini Utari (Dhini), dan Farah Fabiola (Farah). Mereka berlima, saya nilai, memiliki kelebihan dan karakternya masing-masing. Meski berbeda-beda, mereka tetap tim terbaik yang pernah saya pimpin hingga kini. Bahkan saya masih ingat karakter mereka masing-masing, seperti Nuning dan Dita sang duo pemecah suasana hening, Dewa yang lebih kelihatan serius dan cuek tapi sangat profesional jika sudah diberi tugas, Dhini dengan kekerasan tekadnya tetap mau menembus hujan lebat untuk ngetes di tempat yang jauh dan Farah yang jago ngadepin anak kecil. Bahkan kemampuannya bikin saya geleng-geleng kepala. Seperti suatu ketika, Ia ditugaskan untuk mengetes klien anak berkebutuhan khusus dan ia bisa “menaklukkan” anak itu dengan mudah.
Kini kelimanya telah memiliki jalannya masing-masing. Saya hanya bisa mendoakan atas apa yang telah mereka usahakan, semoga mereka selalu diberikan kemudahan dan keringanan dalam menghadapi tantangan hidup ini.
UPP kini memiliki wajah yang baru. 100 hari pertama saya gunakan untuk mengetahui sifat dan karakter asisten yang baru. Mereka adalah M. Sodikin Junaedy, Dessy Tri Wahyuni (Dessy), Rizal Nopriyanto (Rizal), Mustaqim Setyo Ariyanto (Taqim), Desy Anita Sari (Desy) dan Anggia Ayu Lanzar (Anggi). Perlu waktu bagi saya untuk “membaca” mereka secara menyeluruh. Sebelumnya saya telah mengumpulkan informasi tentang siapa mereka, mulai dari background organisasi, riwayat diri, hingga catatan selama mereka di UPP. Kebetulan, ketika saya datang, mereka berenam sudah memasuki bulan keempat.
Selama satu bulan awal saya habiskan untuk berkomunikasi intensif dengan mereka. Kecuali dengan Sodikin. Ia memutuskan mundur, sebulan setelah saya masuk. Jadi tak banyak informasi tentangnya. Untuk yang lain, proses komunikasi masih terus berlanjut. Masing-masing individu punya kisah dan cara pandangnya sendiri, dan hal itulah yang membuat saya mampu untuk menilai mereka secara objektif. Tidak subjektif hanya berdasar omongan selentingan dari luar.
Selain membangun komunikasi yang baik, saya tetap menguasahakan perealisasian visi, target, dan agenda dari Kepala UPP. Saya masih optimis visi, target, dan agenda itu dapat terealisasikan dengan tepat waktu. Saya di UPP memiliki waktu satu tahun untuk pembenahan, dan selama itu pula saya memerlukan dukungan dari seluruh komponen UPP. Salah satu yang utama adalah para asisten itu sendiri.
Jadi kebetulan di bulan kedua setelah saya masuk, masuklah waktu open recuitment UPP untuk asisten baru. Saya berharap, dengan asisten UPP yang baru ini saya mendapatkan orang-orang yang pas untuk dapat bekerjasama. Tapi harapan tinggi saya terasa hanya “hal lalu”. Karena untuk periode ini yang mendaftar hanya lima orang. Dan yang tersaring masuk hanya dua orang. Memilah diantara yang sedikit itu jelas sulit. Pembicaraan pun serius diantara Bu Farida, Bu Aan, dan saya. Akhirnya dua orang yang terpilih itu adalah Septiana Dwinta Wardhani (Septi) dan Besti Oktina Putri (Besti). Di pundak keduanyalah saya menaruh harapan untuk mampu mengimplementasikan bersama apa yang menjadi visi, target, dan agenda dari Kepala UPP dan saya. Sembari tentu dengan dukungan asisten yang masih ada juga.
Selanjutnya saya mencoba membenahi tata administrasi keuangan, pencatatan, dan penyimpanan. Ketiganya masih menjadi kekurangan yang harus terus diusahakan untuk dibenahi. Peningkatan hubungan dengan pihak laboratorium dan yang lain, seperti para psikolog, fakultas psikologi (bagian Tata Usaha) terus ditingkatkan. Hal ini penting, karena saya meyakini UPP tetap membutuhkan peran dari bagian-bagian keluarga fakultas psikologi itu. Jadi saya mengusahakan peningkatan komunikasi dengan mereka semua.
Di sisi lain, waktu 100 hari juga masih dipenuhi dengan komplain. Alhamdulilah hanya ada dua. Dari 20 klien yang masuk dalam 36 pekan ini. Komplain ini jelas tidak bisa dianggap ringan, meski terkadang juga komplain itu tidak pada tempatnya. Disinilah semua asisten, termasuk saya, dilatih untuk menangani klien tersebut.
Semoga di waktu-waktu sisa, saya bisa menyelesaikan semua program itu. 100 hari telah berlalu, kini yang ada adalah terus berjalan menyelesaikan tugas tersebut dengan sebaik dan semaksimal mungkin. Semoga Allah SWT terus melapangkan jalan. []
Jumat malam | 12
Juni 2015
Revisi :
Komentar
Posting Komentar
Komentar Anda merupakan sumber saya menuju tulisan yang lebih baik.