Langsung ke konten utama

Membanding


AHAD pagi ini matahari bersinar terang. Sangat nyaman dan tidak terlalu menyorot panas. Seperti biasa saya sudah siap sejak pagi, mulai dari mandi dan sarapan. Hingga bersiap untuk pergi ke loper koran untuk mendapatkan harian Ahad pagi yang lebih ringan. Koran Ahad pagi selalu menawarkan sudut pandang berbeda tentang kehidupan di Republik ini, yang penuh dengan kegaduhan.

Menelpon

Pagi ini, setelah sarapan dengan sepiring nasi berlaukan telur dadar dan secangkir teh hangat, saya mesti mengantarkan saudara saya ke tempat cukur rambut. Saya teringat untuk mengambil koran langganan di kantor tempat saya bekerja. Jadi saya putuskan, setelah men-drop kakak saya di tempat cukur, langsung saya menuju kantor.

Seperti biasa, koran sudah ada di pos satpam. Setelah sedikit berbincang dengan satpam yang berjaga, saya teringat untuk menelpon seorang kawan. Saya ingin mengkonfirmasikan apakah kiriman saya sudah sampai belum ke dirinya. Lalu saya cari nama kontak di gawai, lalu menelponnya. Suasana kantor pagi itu sepi, jadi pas untuk menelpon sebentar.

Kawan saya ini seorang perempuan. Kami sudah berkawan lama dan mengenal cukup baik. Lalu saya menanyakan maksud tujuan dari telepon itu, apakah kiriman saya sudah sampai ketempatnya. Ia mengatakan kiriman itu sudah ia terima, dan memang belum mengkonfirmasi balik ke saya. Ia pun segera meminta maaf dan mengucapkan terima kasih. Selanjutnya saya menanyakan apa kesibukannya sekarang, terutama di hari tanggal merah ini. ia mengatakan sedang menyelesaikan sebuah proyek.

“Nyelesaiin proyek? Ahad ini? kata saya sedikit kaget.

“Iya mas, kebetulan saya dapat panggilan untuk nyelesaiin tugas ini,” jawabnya.

“Dari pagi tadi?” tanya saya lanjut. Waktu saya telpon kira-kira pukul 09.30 WIB.

“Iya, dari 06.30 WIB tadi, masih dilanjutkan besok juga,” jawabnya ringan. Saya mengira dari nada suaranya, ia merasa tidak terbebani dalam menjalankan tugasnya itu.

Seperti membaca pikiran saya, ia melanjutkan, “Namanya juga tugas. Ya harus diselesaiin dengan happy,”

Saya memang sudah mengenalnya lama. Ia seorang yang sangat senang bekerja. Bahkan rela untuk menghabiskan akhir pekannya dengan bekerja. Seorang workaholic sejati, menurut saya. Padahal di hari selain Ahad, pekerjaan lainnya pun sudah siap menunggu untuk dibereskan.

CERMIN

Setelah percakapan lewat telpon itu saya jadi berpikir ulang tentang diri saya. Saya ini memang juga sudah bekerja enam hari dalam seminggu, enam jam dalam sehari, tapi tetap saja rasanya tertampar dengan cerita kawan saya itu.

Saat ini masih ada beberapa tugas yang belum tersentuh sama sekali untuk diselesaikan. Sedangkan di waktu yang sama, ada orang lain, yang sama-sama manusia, mampu menggunakan waktunya dengan sangat efisien dan tepat. Kalau dibandingkan, mungkin kami berdua bak langit dan bumi. Ia terbang di langit yang tinggi, saya tertidur di atas tanah yang gersang.

Kita memang telah diberikan “jatah” waktu yang sama dalam sehari, yakni 24 jam sehari. Tujuh hari dalam seminggu. Tapi kenapa dalam memanfaatkan waktu itu, ada jurang perbedaan yang lebar dan dalam diatara keduanya.

Semestinya saya ini berhenti mengatakan “wah saya harus berangkat pagi”, “tugas lemburan banyak banget sih”, atau “ini tugas pasti tidak selesai”. Saya semestinya lebih belajar dengan kawan saya itu. Bagaimana sangat tangguh dan terus menikmati setiap proses kerjanya. Tanpa pernah mengeluh atau menyalahkan keadaan. []

Ahad yang cerah | 10 Mei 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini