Langsung ke konten utama

Hun Sen Rayakan 30 Tahun Berkuasa


NEAK LOEUNG – Perdana Menteri Kamboja Hun Sen merayakan 30 tahun kepemimpinannya, Rabu (14/1). Orang kuat Kamboja tersebut mengungkapkan perannya mempersatukan negeri, yang tercerai-berai akibat perang saudara saat dikuasai kekuatan komunis Khmer Merah, dan ketika dianeksasi Vietnam.

“Saya haturkan terima kasih kepada mereka yang bilang saya baik atau buruk. Tanpa tangan Hun Sen, tak akan ada namanya kesepakatan damai Paris,” ujar Hun Sen. Dia merujuk pada perjanjian damai yang mengakhiri perang Kamboja-Vietnam, 23 Oktober 1991, yang ditandatangani di Paris, Perancis.

Peringatan tiga dekade kepemimpinan Hun Sen dilaksanakan bersamaan dengan peresmian jembatan di atas Sungai Mekong, di Neak Loeung, 60 kilometer tenggara ibu kota Phnom Penh.

Kesepakatan damai Paris memberi otoritas kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengawasi gencatan senjata dan pemilihan umum setelah perang saudara di Kamboja.

“Jika seorang Hun Sen tidak masuk ke dalam lubang berisi harimau, dapatkah kita menangkap harimau itu?” ujarnya, kembali memuji dirinya sendiri.

Hun Sen menganalogikan kelompok Khmer Merah sebagai seekor harimau. “Tentu saya berbuat salah. Namun, tolonglah bersikap seimbang,” ujarnya.

Namun, kelompok pro demokrasi dan aktivis hak asasi manusia pemerhati Kamboja mengecam Hun Sen. Mereka menilai Hun Sen menggunakan kekerasan, tekanan, dan korupsi untuk melanggengkan kekuasaannya.

Hun Sen sebelumnya adalah pemimpin Khmer Merah yang membelot. Dia menduduki jabatan PM pada 14 Januari 1985 pada usia 32 tahun, dan saat itu disebut perdana menteri termuda di dunia. Sosoknya ketika itu sangat populer di kalangan rakyat Kamboja.

Laporan tahunan pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), Selasa, menyebut Hun Sen sebagai pemimpin dengan kekerasan dan kontrol terhadap aparat keamanan. Direktur HRW Brad Adams menyebut Hun Sen memanipulasi proses dan hasil pemilu di Kamboja untuk terus berkuasa.

“Sangat penting bagi Kamboja untuk melakukan reformasi sehingga rakyat bisa menikmati HAM tanpa takut ditangkap, disiksa, bahkan dieksekusi,” kata Adams. [AFP/AP/DWA]

Harian KOMPAS | Kebumen | 15 Januari 2015
Sumber Foto : telegraph.co.uk

Komentar

Postingan populer dari blog ini