Langsung ke konten utama

Keadilan Di Ujung Harapan

TRAGEDI SREBRENICA



PERANG dimanapun itu terjadi, menyeret semua yang ada di sekitarnya dalam kepedihan yang begitu hebat. Kehilangan kerabat, anak, istri, atau suami adalah perih yang terus menyayat hati.

Meskipun tak ada yang mampu menghapus lara itu, setitik keadilan diyakini mampu membuka harapan bahwa perang dan kejahatan yang ada di dalamnya tak diulang. Itulah yang dirasakan Munira Subasic, salah seorang wakil dari kelompok Ibu Srebrenica, kelompok penggugat yang mempersoalkan pembunuhan terhadap lebih dari 300 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia di Srebrenica ketika perang berkecamuk di wilayah itu.

Terang harapan akan hadirnya keadilan itu mulai tampak, pertengahan Juli, tepatnya Rabu, 16 Juli, ketika pengadilan  distrik di Den Haag, Belanda, memutuskan bahwa Belanda bertanggung jawab atas pembantaian yang dinilai terburuk di Eropa pasca Perang Dunia II.

Keluarga korban menggugat Pemerintah Belanda yang tergabung dalam pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa dinilai gagal melindungi warga etnis Bosnia dari pembunuhan yang dilakukan tentara etnis Serbia. Namun, putusan pengadilan atas peristiwa yang terjadi tahun 1995 itu belum memupus seluruh kepedihan Munira Subasic dan keluarga korban lainnya.

“Hari ini kami mendapat keadilan bagi satu kelompok, itu bagus. Tetapi, bagaimana Anda menjelaskan kepada para ibu bahwa Belanda bertanggung jawab atas kematian mereka yang berada di dalam enklave, tetapi tidak untuk mereka yang berada di luar pagar,” kata Munira Subasic sambil menangis. Mereka kecewa, Belanda hanya bertanggung jawab atas 300 orang setelah mereka dikeluarkan dari wilayah perlindungan PBB.

Enklave yang menjadi kantong kelompok Muslim itu diserbu pasukan Ratko Mladic, komandan militer Serbia. Pasukan Mladic mengabaikan paskan Belanda yang berjaga di Srebrenica, tempat ribuan warga desa-desa di sekitarnya  berlindung. Selama perang Bosnia, batalyon asal Belanda atau Dutchbat, dikerahkan untuk melindungi Srebrenica, yang telah ditetapkan sebagai tempat yang aman oleh PBB.

Bertanggung jawab

Hakim Larissa Elwin mengatakan, Belanda bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi pada 13 Juli 1995 itu. Menurut hakim, pasukan Belanda seharusnya memperhitungkan kemungkinan bahwa warga Muslim Bosnia akan menjadi korban genosida. “Pada saat orang-orang dikirim pergi, Dutchbat seharusnya tahu bahwa genosida itu tengah berlangsung. Oleh karena itu, ada risiko serius orang-orang tersebut akan dibunuh,” kata hakim Peter Blok.

Hakim berpendapat, dengan bekerja sama mengusir mereka dari wilayah aman, Dutchbat dinilai bertindak melawan hukum. Setelah peristiwa itu, pada hari berikutnya, lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim dibunuh dan tubuh mereka dikubur dalam satu kuburan massal.

Mladic, yang dijuluki jagal Bosnia, serta pemimpin politik masa perang Serbia Bosnia, Radovan Karadzic, saat ini tengah diadili pengadilan PBB atas kejahatan perang dan genosida.

Kegagalan tentara perang Belanda untuk melindungi laki-laki dan anak laki-laki Srebrenica meninggalkan luka mendalam dalam politik Belanda. Insiden ini menyebabkan mundurnya Perdana Menteri Belanda Wim Kok pada tahun 2002.

Namun, pengadilan juga memutuskan Belanda tak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan pasukan Belanda sebelum jatuhnya Srebrenica.

Mantan komandan Dutchbat, Wim Dijkema, menggambarkan keputusan pengadilan itu sebagai kekonyolan. Ia mengatakan, sebelumnya pasukan Belanda berhasil mengevakuasi perempuan dan anak-anak dari enklave itu dengan aman.

Namun, Wali Kota Srebrenica Camil Durakovic mengatakan, mandat pasukan Belanda tidak hanya untuk melindungi enklave itu, tetapi juga semua wilayah penduduk Srebrenica.

Menyikapi putusan itu, Kementrian Pertahanan Belanda belum mengumumkan apakah akan mengajukan banding. Mereka mengatakan, pengadilan memutuskan bahwa negara tak bertanggungjawab atas kejatuhan enklave itu. Namun, Belanda menyesali apa yang terjadi pada saat itu terhadap penduduk setempat.

Putusan yang dikeluarkan pengadilan di Belanda itu lahir tiga hari setelah ribuan orang berkumpul di Srebrenica, menandai peringatan 19 tahun peristiwa tersebut. Kelompok penggugat yang menamakan diri Ibu-ibu Srebrenica, mewakili lebih dari 6.000 janda dan kerabat korban, telah bertahun-tahun mencari keadilan.
Pada April 2014, Pemerintah Belanda setuju membayar 20.000 euro kepada kerabat dari tiga orang Muslim Bosnia yang dibunuh setelah pasukan penjaga perdamaian mengusir mereka dari dari kompleks PBB. Pembayaran itu merupakan bagian darii keputusan penting pada September 2013, yang menyatakan Belanda bertanggungjawab atas kematian mereka.

Sejauh ini, sisa jasad 6.066 korban yang digali dari kuburan massal dikuburkan kembali. Pada perang selama tiga tahun di negara itu, lebih dari 100.000 orang tewas.

KOMPAS MINGGU | 24 AGUSTUS 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini