Langsung ke konten utama

Cinta Lama Bersemi Kembali


Kursi pelatih timnas yang ditinggalkan Jacksen F. Tiago resmi diduduki Alfred Riedl sejak Sabtu (07/12). Dia pun langsung memikul tugas berat. Pelatih asal Austria itu ditargetkan membawa Tim Merah Putih menjuarai Piala AFF 2014. Andai gagal, kontrak jangka panjang hingga 2016 tak dia dapatkan.

Melatih timnas Indonesia bukan hal asing bagi Riedl. Tiga tahun lalu ia sempat menanganin Tim Merah Putih berlaga di Piala AFF 2010. Namun, hasilnya kurang memuaskan. Indonesia hanya menjadi runner-up usai kalah agregrat dari Malaysia.

Riedl yakin bisa memperbaiki catatan masa lalu. Terlebih kualitas tim saat ini dianggap lebih baik ketika Bambang Pamungkas dkk. berlaga di Piala AFF 2010.

"Dari yang saya lihat timnas semakin membaik dan berkembang," ucapnya.

Untuk memenuhi target yang dicanangkan, Badan Tim Nasional (BTN) memberi keleluasaan bagi Riedl dalam menyusun program, menentukan pemain, dan staf pelatih yang diinginkan.

"Kami serahkan kepada Riedl. Dia yang menentukan susunan staf pelatih. BTN tidak akan campur tangan," beber Ketua BTN sekaligus Wakil Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti, Minggu (08/12).

Riedl terlihat masih bimbang menentukan kerangka tim. Tapi tidak untuk susunan staf pelatih. Untuk asisten, Riedl memilih untuk mengangkat Wolfgang Pikal, Widodo C. Putro, dan Edy Harto.

"Saya masih buram soal kondisi timnas saat ini. Saya masih perlu menelaah semuanya. Paling utama adalah membentuk staf pelatih yang solid dan mencari pemain terbaik," katanya.

Mantan pelatih timnas Laos itu hanya punya waktu tak lebih dari setahun untuk membentuk tim yang solid dan siap berlaga di Piala AFF 2014. Dengan keterbatasan waktu serta data terbaru tentang pemain, bukan tidak mungkin mayoritas yang dipilih adalah alumnus Piala AFF 2010. Tak terkecuali sejumlah pemain senior seperti Firman Utina, Ponaryo Astaman, atau Christian Gonzales.

"Saya tidak peduli soal umur. Di sepak bola umur bukan sebuah masalah besar. Pemain tetap berguna asal memiliki skill mumpuni," beber Riedl.

TREN POSITIF

Sejak piala AFF pertama kali digulirkan pada 1996 silam, timnas Indonesia tak sekalipun mencicipi gelar juara. Prestasi tertinggi hanya sebagai runner-up pada 2000, 2002, 2004, dan 2010. Kutukan sebagai spesialis runner-up pun ingin dihapuskan Riedl.

"Saya ingin membawa Indonesia meraih hasil terbaik. Kini tidak ada alasan untuk mengeluh. Semuanya harus bekerja keras," tegasnya.

Riedl punya kans membuktikan ucapannya. Maklum, pelatih yang menangani tim untuk kedua kali biasanya memiliki hasrat meraih hasil yang lebih baik. Fenomena itu terjadi di kursi pelatih timnas Indonesia. Tengok catatan Sawardi saat menukangi Skuad Garuda pada era 1970-an. Pada periode pertama (1972-1974), dia gagal memberikan prestasi. Tapi, saat dipercaya lagi empat tahun berselang, peringkat ke-4 SEA Games mampu dia persembahkan.

Pencapaian serupa juga ditorehkan Wiel Coerver. Saat melatih pada 1975-1976, Coerver gagal total. Namun, dia bangkit ketika PSSI memberi tugas untuk mengarsiteki timnas Indonesia di ajang SEA Games 1978. Tak tanggung-tanggung, pelatih asal Belanda tersebut sukses memperoleh medali perak.

Riedl lengser dari kursi pelatih timnas Indonesia dengan cara yang kurang enak pada 2011 lalu. Kala itu, dia diberhentikan secara sepihak oleh PSSI dan meninggalkan sejumlah polemik soal gaji. Kini waktu yang tepat bagi Riedl untuk memperbaiki catatan pada masa lalu. Andai ingin turun dari jabatan pelatih dengan sambutan tepuk tangan, gelar Piala AFF 2014 mutlak dipersembahkan.

Hilman Haris | Mingguan SOCCER Edisi 23/XIV | Dimas Y. Langgeng

Komentar

Postingan populer dari blog ini