Bulan Ramadhan sudah memasuki hari ke-23 nya. Liburan di rumah saat ini, sedikit banyak dapat lepas dari kepenatan saya di kota besar. Meski demikian, saya tetap respect pada kawan-kawan yang masih ribet mengurus semua urusan UPP. Semoga segera mendapatkan balasan fee yang banyak he..he..he..
Nah salah satu pengisi waktu luang yang cukup menghibur adalah diputar ulangnya serial Si Doel Anak Sekolahan. Serial yang populer sekitar tahun 1994-1996 ini cukup membuat saya bernostalgia sejenak tentang masa lalu. Ya masa lalu saat saya masih bocah dan menonton televisi masih merupakan barang langka waktu itu.
Segi kualitas filmnya masih baik. Apalagi ceritanya. Yang membuat saya kagum tentulah – sekali lagi – ALUR CERITA nya. Saya bukan “anak betawi” tetapi lewat serial itu saya tahu seperti apa “anak betawi” dan keluarga-keluarganya. Saat ini, jika banyak melihat berita, suku betawi justru semakin terdesak di rumahnya sendiri, Jakarta.
Ceritanya pun tidak dibuat secara berlebihan. Dialog antarpemain pun dibuat sederhana dan tidak terkesan melebihi dari yang seharusnya. Kita akan mendengarkan percakapan Bang Sabeni (Alm. Benyamin S) dengan Mandra (Mandra) yang masih asli logat Betawinya. Percakapan romantisme antara Atun (Suti Karno) dengan Mas Karyo (Alm. Basuki) yang sangat wajar. Dan tentu Si Doel (Rano Karno) yang tetap merakyat walau dari segi pendidikan –dalam cerita tersebut- ia yang paling berpendidikan daripada karakter yang lain.
Dialog yang keluar dari masing-masing tokoh memang sangat terjaga. Tidak membuat penonton luar Betawi, seperti saya, asing dengan budaya Betawi. Semua dikemas secara simpel dan rapi. Selain dialog, dalam menggambarkan keadaan keluarga Betawi pun masih sangat asli. Asli dalam segi kesederhanaan. Mana ada sekarang serial televisi yang menggambarkan karakternya tidur hanya diatas selembar tikar diatas lantai?
Seolah sebagai Sutradara, Rano Karno, juga ingin menunjukkan sisi humanis dari sebuah keluarga Betawi. Hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Sebuah sisi yang sangat jarang kita lihat saat ini di saluran televisi manapun. Semua saluran televisi seakan berlomba menunjukkan bahwa hidup itu harus mewah dan antarpemeran saling mengumpat dan berteriak-teriak.
Nilai-nilai Indonesia yang luhur seakan semakin luntur. Bangsa ini dikenal dengan keramahan dan toleransi antar umatnya. Saling menyapa, berbicara santun sejak dahulu melekat di jiwa setiap generasinya. Tanpa memandang ras, suku, dan golongan.
Kini justru semakin banyak acara televisi yang menunjukkan aksi-aksi keras. Seperti berkata-kata kasar, menunjuk-nunjuk, dan berbicara sekehendak hati. Ironisnya tanpa sensor dan LIVE! Mulai dari sinetron hingga acara talkshow antarpengacara hingga pejabat. Seolah cerminan bangsa ini berubah menjadi bangsa yang suka berteriak, mengumpat, menunjuk-nunjuk dan kalau perlu menghasut.
Semoga ketakutan saya hanyalah di pikiran saya. Saya tahu efek imitasi yang dapat dilakukan oleh seorang anak kecil dari tayangan-tayangan seperti itu. Tidak jarang anak seusia Taman Kanak kanak sudah bisa mengatakan sebuah kata umpatan dan langsung ditujukan untuk orang yang lebih tua. Wah! Padahal jika ditanya apa arti kata yang dia ucapkan, si anak hanya menjawab “Tidak tahu”. Lalu jika ditanya darimana dia mendapatkan kosakata itu, si anak hanya menjawab “Televisi”.
Semua memang kembali ke orang tua. Bagaimana orang tua mengajarkan pendidikan budi pekerti kepada anak-anaknya. Tapi jika orang tua yang hanya di pojokkan, tentu tidak adil. Karena kita tidak dapat menutup mata terhadap pengaruh televisi.
Serial Si Doel mungkin sekarang sudah tidak sepopuler saat saya masih bocah dulu. Sekarang sudah banyak sinetron yang berjejalan di setiap jam prime time. Alur cerita pun beragam. Bercampur aduk tidak peduli untuk konsumsi usia anak-anak atau dewasa.
Serial Si Doel seolah semakin menuai seiring bertambah umur para pemainnya. Termakan oleh waktu dan himpitan kepentingan industri film negeri ini. Yah mau bagaimana lagi, saya hanya bisa menonton saja tiap episodenya sekarang. Selagi masih diputar ulang, sebelum masuk kotak dan waktu liburan saya habis…
Kebumen, 31 Juli 2013
Komentar
Posting Komentar
Komentar Anda merupakan sumber saya menuju tulisan yang lebih baik.