Langsung ke konten utama

Terbit Majalah, Terbit Harapan

Saya tertegun dengan majalah yang ada di tangan saya. Saya masih ingat dengan jelas bagaimana dahulu saya dan kawan-kawan memperjuangkan pembuatan majalah ini. Tapi harapan itu hanya menguap begitu saja. Banyak friksi yang membuat kami tak merealisasikan harapan ini. Tetapi kini, majalah yang dahulu hanya sebuah harapan, kini benar-benar di tangan saya.

Perasaan saya jelas sangat bercampur dan bangga. Maklum terbitan majalah sudah hampir lima tahun tidak terbit dari organisasi kami. Saya memang sudah tidak ikut campur dalam pembuatan majalah itu, tetapi saya masih dapat merasakan sebuah spirit dan kepuasan menghasilkan suatu karya. Ini sebuah pembuktian bahwa sebuah usaha keras dan berkesinambungan tetap akan menghasilkan suatu karya.

Gambaran perasaan saya ini juga terlihat jelas saat launching majalah. Acara digelar dengan suasana khas organisasi mahasiswa, semi informal, lesehan dan semua yang masih berbau dengan “maha” siswa. Semua tamu masing-masing memegang majalah itu ditangan mereka, dan ada beberapa yang terlihat sangat antusias membaca lembar demi lembar, baris demi baris tiap tulisan.

Rohmadi dan Saya ketika Launching Majalah POROS


Saya sangat mengapresiasikan perjuangan kawan-kawan lama saya yang masih terus bertahan menjaga harapan menerbitkan majalah. Menggeser sejenak kepentingan pribadi demi kepentingan organisasi. Menundukkan ego demi menumbuhkan semangat kelompok. Hal inilah yang dahulu sangat sulit saya temui di sana. Ternyata, kini semua benar-benar dapat ditaklukkan.

Majalah ini dibuat oleh orang-orang, yang menurut saya, sangat tahan banting. Kenapa? Mereka tahu bagaimana bertahan dari pertanyaan-pertanyaan menyerang dan tahu bagaimana cara menjawab tantangan. Kawan-kawan saya seperti Rohmadi, Arief Mizuary, dan “bos besar” Rika Fajar Rahmadi. Mereka bertiga yang sangat mungkin menjaga organisasi ini berjalan sesuai titahnya. Menyibak realita.

Saya kenal mereka bertiga sejak awal masuk hingga saya memutuskan keluar pada 25 Desember 2011. Tiap individu ini saya pahami memiliki kemampuan yang berbeda dan saling mendukung satu sama lain. Pertama, rohmadi yang memiliki sifat keras dan sangat berambisi. Menurut saya inilah kunci yang menjadikan majalah ini dapat terbit. Kedua, Arief Mizuary. Kawan saya yang satu ini paling sulit saya tebak. Dia yang paling kreatif dari kami semua. Kalau boleh dibilang, darah seni-nya mungkin sudah luber sampai jauh. Ketiga, tentu BOS BESAR, Rika Fajar Rahmadi. Saya memanggilnya Fajar. Dia punya sikap paling “njawani”. Kesabarannya sebesar badannya, he..he..he..

Ketiganya tentu tidak sendirian dalam membuat majalah ini. Masih ada anggota-anggota lain yang berperan. Seperti Irma Restyana, Sri Handini, Diana Putri Arini, Usi Fahrisa Nur, Zeffi Sugiharto, Abdus Somad, Siti Khoiriyah dan Laras Pramita Sari. Tulisan mereka banyak tersebar di majalah kali ini. Saya kenal mereka dahulu hanya anggota baru, tapi setelah satu tahun berlalu, mereka bisa berubah menjadi sangat baik dari seniornya.

Majalah kini sudah terbit. Pertanyaan yang terus muncul, “bagaimana cara mempertahankan untuk tetap terbit edisi selanjutnya?” Apakah akan berhenti bertahun-tahun lagi? Ini momentum yang saya kira sangatlah tepat untuk terus dijaga. Bagaimana spirit dari Rohmadi dkk. dapat terus mengalir ke jiwa Irma dkk. Semua tergantung bagaimana generasi selanjutnya dapat menginsafi.

Saya yakin setiap generasi memiliki tantangannya masing-masing-masing. Generasi terdahulu, yang belum sempat menerbitkan majalah tidak dapat dikatakan buruk. Dan saya harap generasi saat ini (yang mampu menerbitkan majalah) tidaklah berbesar kepala. Jika saya tidak salah ingat, generasi mas Ilham (2007-2008), mas Prayudha (2008-2010), dan saya (2010-2011) masing-masing sudah memiliki blue print majalah yang ingin diterbitkan. Mereka tetap memiliki satu harapan diawal, yaitu menerbitkan sebuah majalah sebelum selesai jabatan. Usaha tentu telah banyak dilakukan. Hanya, sekali lagi tantangan yang dihadapi menerbangkan harapan itu.

Semua sudah bertekad, berperan, dan berikhtiar untuk organisasi. Semangatnya tetap satu, menulislah untuk memperjuangkan mereka yang tertindas. Walau, majalah tidak jadi terbit. Akhirnya, saat inilah yang menjadi katalis rantai “tidak terbit” itu terputus. Perasaan yang terus menginginkan majalah terbit, didukung tim yang solid, semua menjadi dapat direalisasikan.

Saya tidak akan mengkritik isi majalah maupun tulisan karena saya yakin semua kekurangan yang ada telah tertutup dengan kepuasan yang membuncah. Saya yakin semua tulisan itu baik dan tidak ada yang buruk. Namun, tetap tergantung bagaimana Anda membaca sebuah tulisan. Kawan-kawan saya sudah bekerja keras, siang-malam, membagi waktu antara kuliah dan organisasi, semua itu yang harus di apresiasi.

Rohmadi pernah bicara kepada saya, ketika saya masih di redaksi, “Pengenku majalah segera terbit, supaya selanjutnya dapat jadi contoh”. Ternyata saat itu saya gagal menghadapi tantangan, sedangkan Rohmadi, Fajar dan Arief tetap bertahan. Semoga selanjutnya majalah tetap terbit dengan rutin.

Yogyakarta, 01 Juni 2013

Komentar

  1. Balasan
    1. amin,,, kita lihat saja sekuat apa doa dah harapan kita bersama berbicara di lain waktu-lain hari-lain-posisi. Salam hangat dariku Dim,tanpa-mu aku tak bisa menulis.

      Rohmadi

      Hapus
  2. Selamat ya atas terbitnya Majalah Poros, Semoga menjadi awal yag baik dan bisa berkelanjutan selamanya. Aku ikut bangga pernah menjadi bagian dari POROS.

    BalasHapus

Posting Komentar

Komentar Anda merupakan sumber saya menuju tulisan yang lebih baik.

Postingan populer dari blog ini