Trofi juara sering dianggap sudah diraih sejak musim ini bergulir. Dengan 11 laga tersisa di Serie A, untuk pertama kalinya sejak musim ini Juventus menjauh dari puncak klasemen. Sejak Awal, I Bianconeri memimpin klasemen. Meski sejumlah pertandingannya ditunda akibat cuaca buruk, secara virtual mereka tetap di puncak.
Semua juga menganggap Juventus akan mampu mengatasi Bologna dan Parma pada partai tunda dengan mudah. Tetapi, mendekati hadirnya musim semi ini, pasukan Juventus seperti masih berhibernasi.
Pelatih Antonio Conte terancam membuang scudetto yang dimata suporter sudah menjadi target realistis musim ini. Mungkin hal tersebut malah menjadi beban yang menggantung di leher para punggawa I Bianconeri. Mungkin juga justru rekor tak terkalahkan itu yang mengganggu.
Tiba-tiba sekarang, bermain dua kali dalam sepekan memforsir fisik Juventus. Efeknya terasa dalam segi hasil. Mereka meraih enam kali seri dalam tujuh laga terakhir. Tiga diantaranya bahkan dilalui tanpa mencetak gol. Pengecualian hanya kemenangan 3-1 atas Catania yang bermain dengan 10 pemain.
Hingga kini, Juventus sudah bermain seri sebanyak 14 kali. Ini jumlah tertinggi di seluruh liga besar Eropa. Jika tiga kali lagi seri, I Bianconeri akan menyamai pencapaiannya pada musim 1955-56. Namun, waktu itu, hasil imbang masih berharga karena kemenangan baru dihargai dua poin. Sekarang, menang memberi perbedaan besar. Seri bukan lagi hasil bagus.
Melihat jadwal laga yang mesti dihadapi, Juventus pasti risau. Mereka mesti menghadapi Fiorentina dan Palermo di kandang lawan. Laga kandang pun tidak mudah. I Bianconeri masih menjamu Inter Milan, Napoli, AS Roma, dan Lazio.
Kalau sekarang mereka tertinggal empat poin dari AC Milan, bisa saja pukulan moril akan diterima ketika menjalani sejumlah laga tersebut. Namun, hal sebaliknya juga mungkin terjadi. Juventus justru akan mengeluarkan spirit ekstra seperti kala bertemu tim besar pada musim ini.
Perbedaan terbesar antara Juventus dan Milan adalah Zlatan Ibrahimovic. Pemain asal Swedia ini tahu cara membuka pertahanan rapi tim-tim kecil Serie-A. I Bianconeri tidak punya striker kelas dunia yang bisa melakukan tugas Ibrahimovic. Satu-satunya pemain kelas dunia yang dimiliki dalam segi penyerangan hanya Andrea Pirlo.
Faktor nasib sial juga mungkin mempengaruhi pencapaian pasukan Conte. Tiga kali tembakan pemain Juventus membentur mistar gawang Genoa pekan lalu (11/3). Tapi, tetap saja masalah tidak bisa ditutupi. I Bianconeri hanya mencetak tiga gol dari 60 tembakan yang mereka lepaskan.
Conte memang memiliki pilihan striker beragam. Jangan lupakan pula keberadaan striker veteran Alessandro Del Piero. Namun, mereka semua bukan penyerang papan atas. Tak aneh, hasil tidak maksimal diraup ketika tim pekerja keras seperti I Bianconeri terlalu lelah untuk berjuang. Mereka butuh jeda untuk sejenak.
Jika mau bukti betapa pentingnya peran penyerang kelas dunia, Napoli bisa dikedepankan. I Pertonopei tahu benar memanfaatkan “The Holy Trinity” yang dimilikinya.
Ezequiel Lavezzi, Marek Hamsik, dan Edison Cavani kembali menemukan performa terbaik setelah sempat melempem. Perkembangan ini datang pada momen yang tepat. Lazio dan Udinese tengah berada dalam fase menurun. Saya tidak heran kalau pada akhir musim nanti justru Napoli yang berada di posisi ketiga.
Cavani bisa diandalkan untuk merealisasikannya. Dari pekan ke pekan, dia menunjukkan performa apik. Namun, lebih dari itu, dia semakin memperlihatkan dirinya memiliki atribut striker kelas dunia.
DEJA VU PELATIH
Terlepas dari itu semua, deja vu kembali terjadi di Serie-A. Novarra memecat Attilio Tesser dan melantik Emiliano Mondonico sebagai pengganti. Mereka menjilat ludah sendiri dengan menarik Mondonico yang dipecat enam bulan sebelumnya.
Langkah Novarra cukup rasional. Tesser boleh membawa Novarra dari Serie-C hingga kembali ke Serie-A. Tapi, dibebani target bertahan di Serie-A terlalu berat baginya.
Putusan tidak logis justru dibuat oleh Cagliari yang memecat Davide Ballardini. Tapi, jika tahu mereka dipimpin presiden seperti Massimo Cellino, Anda pasti maklum. Cellino adalah presiden yang tidak menggunakan akal sehat dalam berpikir.
Dia merasa Massimo Ficcadenti beserta timnya masih terikat kontrak dengannya. Oleh karena itu, dia menariknya lagi karena berpikir setidaknya masih bisa menggunakan jasa Ficcadenti yang mulanya dipercaya sebagai pengganti Roberto Donadoni.
Saya memprediksi sebentar lagi Palermo akan mengikuti jejak Cagliari. Devis Mangia mesti bersiap-siap karena Bortolo Mutti tidak bisa menghindarkan Palermo dari kekalahan dalam tiga pekan terakhir. Presiden Maurizio Zamparini boleh menampik. Namun, perkataannya mengindikasikan perubahan bisa sewaktu-waktu dilakukan.
“Mutti tidak berada dalam bahaya,”katanya. “Tapi, dia harus belajar bahwa menjadi orang baik seringkali tidak berguna. Dia harus menjambak rambut pemainnya dan membuat mereka lebih agresif.:
Oleh: Susi Campanale*/Tabloid Soccer/17 Maret 2012
Komentar
Posting Komentar
Komentar Anda merupakan sumber saya menuju tulisan yang lebih baik.