Langsung ke konten utama

Semua Ada Di Pikiran


Oleh: Susi Campanale*/Tabloid Soccer/18 Februari 2012

Pernyataan pelatih novara, Emiliano Mondonico, sangat menarik. Demikian perkataan yang meluncur dari mulutnya, “Kami seharusnya tidak boleh malu terhadap catenaccio.”

Mondonico tidak membual. Benteng ketat tim asuhannya mampu menghadirkan kemenangan 1-0 atas Inter Milan di Stadion Giuseppe Meazza (12/2). Kebetulan, kekalahan dari Novara pada paruh pertama pula yang membuat Gian Piero Gasperini turun dari kursi pelatih I Nerazzurri. Jadi, sistem tiga bek tidak bisa menjadi kambing hitam.

Inter tengah butuh pelatih mental, seorang psikolog olahraga yang bisa menangani tim bertekanan tinggi. Sungguh menyesakkan melihat tujuh kemenangan beruntun yang sempat mengembalikan ke trek juara sia-sia belaka. Empat laga terakhir di Serie-A, pasukan asuhan Claudio Ranieri hanya meraih satu poin.

Perubahan begitu drastis. Penyebabnya ada dua kemungkinan. Inter sanggup bangkit karena antusiasme yang menggelora. Tapi, mereka juga rapuh karena selalu merasa tidak aman. Sudah ditinggal Jose Mourinho, punggawa I Nerazzurri kehilangan panutan di kamar ganti. Menurut saya, Mourinho adalah seorang psikolog andal, ketimbang pelatih jempolan.

Melihat hal tersebut, ucapan Mondonico terasa tepat. Pelatih yang sudah tujuh tahun tidak di Serie-A itu masih memegang sistem permainan tradisional Italia. Meski sejak era 1960-an sudah tidak ada, catenaccio masih menjadi kata tabu di Italia.

Novara mempraktikan catenaccio dengan apik. Mereka menunggu di lini pertahanan sembari menekan lawan. Lalu serangan balik dilancarkan ketika ada kesempatan. Inter tidak bisa komplain terhadap sistem tersebut. Pasalnya, taktik itulah yang menghadirkan kemenangan dalam Derby della Madonnina beberapa waktu lalu. Bisa dikatakan I Nerazzurri termakan oleh taktiknya sendiri.

AC Milan pun mempraktikannya di Stadion Friulli. Udinese sesungguhnya adalah ahli serangan balik. Antonio Di Natale, Mauricio Isla, dan Pablo Armero biasa menghancurkan pertahanan lawannya dengan counter attack kilat. Tidak disangka, Milan mengambil jurus utama tuan rumah. Buahnya, dua gol dari Stephan El Shaarawy dan Maxi Lopez menghadirkan tiga poin.

Taktik tersebut seharusnya menjadi basis pondasi permainan Milan ketika 13 pemainnya cedera. I Rossoneri kehilangan midfielder kreatif seperti Kevin Prince Boateng, Alberto Aquilani, Alexander Merkel, hingga Mathieu Flamini. Clarence Seedorf sudah kehilangan masa keemasannya. Urby Emmanuelson memang bisa ditempatkan di berbagai posisi. Tapi, performanya selalu medioker.

Dari daftar pemain cedera Milan, paling berpengaruh adalah keberadaan Boateng. Selama ini, dialah yang menjadi penghubung antara lini tengah dan lini depan. Sialnya, Aquilani juga ikut tumbang.

Milan harus bermain seperti Novara. Bertahan dengan baik lalu melakukan serangan balik. Taktik ini tidak enak dipandang mata, tapi sungguh efektif. I Rossoneri boleh menanggalkannya ketika para pemain andalan yang cedera sudah kembali pulih.

BERKAH ABSENNYA IBRA

Bulan ini Milan mengalami masa sulit. Zlatan Ibrahimovic dihukum skorsing tiga partai sesudah menampar bek Napoli Salvatore Aronica. Sepintas I Rossoneri terlihat rugi. Namun berkah justru menanti.
Bukan rahasia lagi, Ibrahimovic sering melempem pada Februari. Setiap Februari dalam lima tahun terakhir, dia hanya mencetak satu gol.

Musim lalu, Ibrahimovic juga absen pada Februari setelah menyerang lawan pada laga melawan Bari. Hukuman yang diterimanya membuat striker asal Swedia itu mangkir pada laga krusial melawan Inter. Tahun ini bagai deja vu. Ibrahimovic tidak akan bermain pada laga head to head scudetto melawan Juventus. Bukan tidak mungkin, I Rossoneri justru akan meraih sukses seperti pada pertemuan melawan I Nerazzurri musim sebelumnya seiring absennya Ibrahimovic.

Hal lain yang penting terkait hilangnya Ibrahimovic adalah dorongan bagi pelatih Massimiliano Allegri untuk memainkan Maxi Lopez dan El Shaarawy. I Rossoneri kini memiliki alternatif penyerang selain Robinho. Bayangkan jika Milan jadi menggaet Carlos Tevez. Little Pharaoh bakal sulit mendapatkan jam terbang.

Akan tetapi, langkah Milan membenamkan Filippo Inzaghi ke bangku cadangan patut disesalkan. Ketika kesempatan untuk memberi kontribusi terbuka, dia malah tersingkir. Seharusnya legenda seperti Inzaghi bisa memperoleh perlakuan yang lebih baik.

*) Wartawan yang telah mendalami sepak bola Italia sekian lama. Sekarang dia aktif menulis di majalah Calcio Italia serta situs www.football-italia.net. Secara ekslusif dia menulis analisisnya untuk tabloid Soccer.

Komentar

Postingan populer dari blog ini