Langsung ke konten utama

Wenger Tertekan

Oleh: Richard Aikman*/Tabloid Soccer/25 Februari 2012


HANYA dalam tempo satu pekan, suasana yang terjadi di kubu Arsenal berubah 180 derajat. Keceriaan setelah berhasil mengambil alih posisi keempat klasemen dari Chelsea pada pekan sebelumnya, seolah sirna Cuma dalam rentang empat hari. Kekalahan telak dari AC Milan pada laga pertama babak 16-besar Liga Champions plus disingkirkan Sunderland di ajang Piala FA menjadi dasarnya.

Paling menyakitkan tentu saja saat dibantai 0-4 oleh Milan. Itulah kekalahan terbesar The Gunners di ajang Liga Champions. Arsene Wenger yang biasanya selalu berdalih dengan menyudutkan faktor eksternal usai mendapatkan kekalahan telak, terlihat begitu terpukul.

“Ini adalah malam yang takkan pernah terlupakan,” ungkap Wenger usai timnya kalah di San Siro. “Ini adalah performa terburuk kami di kompetisi Eropa. Kami dihukum dan pantas mendapatkan kekalahan ini. Saya merasa pemain tidak benar-benar bermain. Kami sangat buruk dalam bertahan dan menyerang. Sangat mengejutkan melihat kami kalah di segala hal. Tak ada satu pun momen dalam 90 menit pertandingan, kami bermain baik. Hasil ini merupakan malapetaka!”

Sebuah pernyataan yang terbilang mengejutkan. Wenger memilih mengkritik para pemainnya dibandingkan menyalahkan faktor nonteknis. Sesuatu yang sangat jarang dilakukannya. Saking kesalnya kepada para pemain, Wenger terlihat masih marah saat kembali latihan, sepulangnya ke London.

Sikap keras yang ditunjukkan Wenger pada saat latihan itu tentu bukan tanpa sebab. Dia ingin para pemainnya bereaksi positif usai mengalami kekalahan memalukan. Dia berharap para pemainnya bisa bangkit dan meraih kemenangan saat melawan Sunderland.

Tapi apa daya. Alih-alih mengulang kemenangan satu pekan sebelumnya, The Gunners malah kalah kala melawat ke Stadium of Light. Arsenal kalah 0-2 dari tuan rumah. Lini pertahanan yang buruk, kembali menjadi penyebabnya. Bukan hanya Wenger yang mengeluhkan. Tanggapan juga datang dari Roy Keane, mantan kapten Manchester United yang juga komentator. “Inilah tim Arsenal terburuk yang pernah saya saksikan,”kritiknya.

Tidak seperti saat kalah dari Milan, Wenger mencoba sedikit membela anak-anak asuhannya usai disingkirkan di Piala FA itu. “Saya pikir kami telah menunjukkan performa yang cukup bagus. Para pemain tampil dengan seluruh kemampuannya. Jadwal padat dengan harus bermain tiga kali dalam sepekan menurut saya terlalu banyak,” komentar Wenger yang sempat mempertanyakan putusan wasit saat timnya tidak diberi penalti.

Dengan tersingkir di Piala FA, hampir bisa dipastikan arsenal akan kembali nirgelar musim ini. Kecuali, ada keajaiban di Liga Champions dan The Gunners menang atas I Rossoneri dengan selisih gol lebih dari empat.

Manajer asal Prancis itu memang masih berharap keajaiban akan bisa dilakukan. “Kami harus tetap bersatu dan melawan setiap keritik. Kami harus fokus untuk setiap laga selanjutnya, meraih posisi setinggi mungkin di klasemen dan berjuang untuk bisa terus berlaga di Liga Champions meski secara probabilita sangat kecil,” harap Wenger.

North London Derby

Melihat performa Robin van Persie cs, wajar kiranya apabila sebagian suporter Arsenal ada yang mulai mempertanyakan Wenger. Le Professeur bisa saja berkilah, performa buruk Arsenal tak lepas dari banjir cedera yang terjadi di Emirates. Tapi, Wenger jualah yang pantas disalahkan. Dia gagal memanfaatkan dua periode bursa transfer untuk mendapatkan pemain berkualitas. Pada bursa transfer musim panas, dia seolah terkena sindrom panic buying usai timnya diluluhlantakkan Manchester United.

Untuk menggantikan Cesc Fabregas dan Samir Nasri, dia memboyong Mikel Arteta dan Yossi Benayoun. Secara kuantitas, kehadiran Per Mertesacker, Benayoun, Arteta dan Park Chu Young memang dikatakan cukup untuk menambalkan pos yang berlubang. Tapi, tidak secara persyaratan untuk bersaing dalam perebutan titel juara.

Memang, Wenger tak berhenti memoles pemain berbakat. Musim ini, dia memunculkan Alex Oxlade-Chamberlain. Tapi, yang dibutuhkan Arsenal adalah pemain yang cukup mapan secara mental dan teknik bermain. Sebab, sosok matang itulah dibutuhkan pemain muda seperti Oxlade-Chamberlain. Dan, Arsenal tak memilikinya.

Kesalahan Wenger itu akhirnya terbukti ketika kompetisi memasuki putaran terakhir. The Gunners tercecer dari persaingan perebutan titel juara. Malah, posisi Arsenal berada di bawah rival satu daerah di London Utara, Tottenham Hotspur. Sesuatu yang sebelumnya tak pernah terjadi selama era Wenger.

Tottenham menunjukkan cara pembelian pemain yang tepat guna. Scott Parker yang dibeli 5,5 juta pounds dari West Ham United seharusnya bisa lebih dulu digaet Arsenal andai Wenger tidak keras kepala. Ya, Wenger memang dikenal irit dalam belanja pemain, terutama untuk yang usianya sudah lewat kepala tiga.

Keberanian Harry Redknapp dengan membeli pemain berpengalaman memang pantas dijadikan pelajaran oleh Wenger. Bukan hanya Parker. Louis Saha dan Ryan Nelsen yang baru diboyong ke White Hart Lane telah menunjukkan kepada Wenger bahwa usia bukanlah penghalang bagi seorang pemain untuk bersinar.

Terlepas dari tradisi dan sejarah, laga North London Derby akhir pekan ini tentu bakal menarik untuk dinikmati. Arsenal tentu saja berharap bisa menjaga posisinya di peringkat keempat dari kejaran Chelsea. Sebab, andai gagal mengalahkan The Spurs, hampir bisa dipastikan posisinya akan lepas mengingat The Blues “hanya” akan melawan Bolton Wanderers.

Sementara The Spurs, tentu ingin menghalau bayang-bayang di bawah Arsenal selama lebih dari satu dekade terakhir. Musim ini menjadi kesempatan emas buat Tottenham. Tak hanya untuk berada di atas Arsenal. Pun mengangkangi sang arch rival dalam dua pertemuan di Premier League. Sesuatu yang tentu tak diharapkan oleh Wenger.

Komentar

Postingan populer dari blog ini